Pada wanita premenopause, penyakit jantung koroner jarang sekali terjadi bahkan pada populasi dengan faktor resiko yang tinggi. Setelah menopause, penurunan resiko penyakit jantung koroner hampir tidak ada sama sekali. Salah satu alasan yang dapat menjelaskan hal ini adalah adanya efek kardioprotektif dari steroid endogen terutama estrogen selama masa premenopause.
Premature menopause baik yang terjadi secara alami maupun karena pembedahan yang berakibat pada penurunan jumlah estrogen endogen dapat menyebabkan peningkatan resiko penyakit jantung koroner yang didasarkan pada asumsi bahwa estrogen mempunyai sifat kardioprotektif. Sebuah studi melaporkan bahwa pada wanita dengan menopause alami pada usia 45-49 tahun atau wanita dengan menopause karena pembedahan pada usia 40-44 tahun mempunyai kemungkinan berkembangnya penyakit jantung koroner yang lebih besar dibandingkan wanita premenopause pada usia yang sama.
Beberapa data observasional menyebutkan bahwa wanita postmenopause yang menggunakan terapi estrogen mempunyai resiko penyakit jantung koroner yang lebih rendah. Metthews et al. melaporkan bahwa wanita yang menggunakan estrogen setelah menopause mempunyai faktor resiko jantung koroner pada tingkat yang lebih baik daripada yang tidak menggunakan estrogen. Penggunaan estrogen dengan tingkat kepatuhan yang baik menunjukkan penurunan resiko jantung koroner sebesar 40-60 %.
Evaluasi sifat kardioprotektif dari estrogen replacement therapy (ERT) pada wanita menopause dengan studi random dan kontrol plasebo sulit dilakukan sehingga digunakan hewan uji monyet cynomolgus macaque betina (Clarkson, 1996). Penggunaan hewan ini dikarenakan adanya homologi DNA monyet dan manusia yang lebih dari 90%, profil hormonal yang serupa, menarche yang jelas, siklus menstruasi 28 hari dan menopause. Dalam kondisi premenopause monyet betina mempunyai kadar kolesterol-HDL yang lebih tinggi daripada monyet jantan, dan mengalami perkembangan lesi aterosklerotik pada arteri koroner yang lebih sedikit. Pada kondisi postmenopause terjadi penurunan kadar kolesterol-HDL dan peningkatan aterosklerosis pada arteri koroner.
Studi yang dilakukan Adam et al. (1990) menggunakan monyet yang telah diberi perlakuan berupa ovariectomy dan diterapi selama 30 bulan menggunakan 17β-estradiol secara parenteral menunjukkan penurunan aterosklerosis pada arteri koroner sekitar 50% dibandingkan dengan kontrol. Pemberian conjugated equine estrogen (CEE) secara oral memberikan efek penurunan aterosklerosis sebesar 72% dibandingkan pada kontrol yang tidak diberi terapi.
Manfaat kardioprotektif yang diberikan oleh penggunaan estrogen eksogen juga dipengaruhi oleh derajat aterosklerosis yang dialami pasien. Estrogen memberikan efek penurunan aterosklerosis yang baik jika diberikan pada tahap awal aterogenesis. Namun efek tersebut akan berkurang dan hampir tidak ada jika diberikan pada tahap akhir dari komplikasi plak dan penyakit jantung koroner yang telah terjadi. Hulley et al. (1998) melakukan sebuah studi untu melihat efek penurunan aterosklerosis pada wanita postmenopause yang diberi terapi dengan CEE 0,625 mg/hari dan medroxyprogesterone acetate (MPA) 2,5 mg/hari. Studi dilakukan menggunakan 2763 orang wanita postmenopause yang berusia di atas 65 tahun dan mempunyai riwayat penyakit jantung koroner. Hasil studi menunjukkan bahwa tidak ada efek penurunan aterosklerosis selama 4 tahun pemberian terapi hormon.
Studi lain yang mendukung adalah studi in vitro menggunakan monyet cynomolgus yang dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Kelompok pertama, menggunakan monyet yang memiliki riwayat aterosklerosis yang sedikit atau bahkan tidak sama sekali. Monyet kemudian dikondisikan menjadi menopause dengan cara ovariectomy. Dalam kondisi menopause tersebut monyet kemudian diberi terapi menggunakan CEE bersamaan dengan pemberian diet aterogenik. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya efek penghambatan aterosklerosis arteri koroner sekitar 70%. Kelompok kedua, monyet dikondisikan dalam keadaan aterosklerosis yang moderat sebelum dilakukan ovariectomy. Selanjutnya monyet diberi terapi CEE dan diet aterogenik tetap dilanjutkan. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan penghambatan aterosklerosis dari 70% menjadi 50%. Kelompok ketiga, monyet dikondisikan dalam keadaan aterosklerosis ringan dan kemudian dilakukan ovariectomy. Selanjutnya diberi diet aterogenik selama 2 tahun sebelum pemberian terapi CEE. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa efek penhambatan aterosklerosis yang diberikan sebesar 0% (Williams et al., 1995).
Dislipidemia berkaitan dengan adanya peningkatan resiko aterosklerosis baik pada pria maupun wanita. Kadar lipoprotein pada wanita premenopause berbeda dengan pria. Pada wanita kolesterol total dan kolesterol-LDL kadarnya lebih rendah dan kolesterol-HDL kadarnya lebih tinggi. Setelah menopause, wanita akan mengalami kenaikan kadar kolesterol total dan kolesterol-LDL serta penurunan kolesterol-HDL. Terapi estrogen akan menjaga profil lipid pada wanita seperti kondisi saat premenopause. Efek estrogen pada lipid dan lipoprotein bergantung pada tipe dan dosis estrogen yang digunakan serta cara pemberiannya.
Pemberian estrogen secara oral akan memberikan efek peningkatan kadar trigliserida dalam plasma, kolesterol-HDL dan kadar apoA1, serta menurunkan kadar kolesterol-LDL dan lipoprotein (a). Peningkatan kadar trigliserida dikarenakan oleh adanya peningkatan jumlah partikel VLDL yang lebih banyak mengalami klirens hepatik daripada dikonversi menjadi partikel LDL yang bersifat aterogenik. Sebuah studi pada wanita postmenopause yang diterapi menggunakan CEE secara oral dengan dosis 0,625 atau 1,25 mg/hari selama 3 bulan menunjukkan penurunan kadar kolesterol-LDL sebesar 15% dan 19%, serta peningkatan kadar kolesterol-HDL sebesar 16% dan 18%. Pemberian micronized estradiol 2 mg/hari secara oral memberikan efek penurunan kolesterol-LDL sebesar 14% dan kenaikan kolesterol-HDL sebesar 15% (Walsh et al., 1991).
Beberapa studi clinical trial menunjukkan hasil bahwa penggunaan antihiperlipidemia dari golongan inhibitor HMG-CoA reduktase (golongan statin) mempunyai efektivitas dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Efek statin dalam menurunkan kadar kolesterol LDL pada wanita postmenopause lebih besar dibandingkan dengan penggunaan estrogen, namun statin mempunyai efek yang lebih sedikit terhadap kadar kolesterol HDL dan lipoprotein (a). Hasil studi pemberian kombinasi terapi CEE 0,625 mg/hari dan simvastatin 10 mg/hari menunjukkan penurunan kadar kolesterol LDL yang lebih besar dibandingkan dengan monoterapi, namun kadar kolesterol HDL tetap sama dengan pemberian terapi tunggal menggunakan estrogen. Terapi kombinasi juga dapat mengurangi resiko peningkatan kadar trigliserida akibat estrogen. Studi lain menggunakan kombinasi CEE ditambah MPA dan lovastatin 6 mg/hari selama 6 minggu menghasilkan efek penurunan kadar kolesterol LDL yang lebih besar dan peningkatan kadar kolesterol HDL yang besar pula.
Perubahan kadar lipid plasma hanya merupakan 25-50% dari efek kardioprotektif yang diperoleh dari penggunaan estrogen (Mendelsohn dan Karas, 1999). Selain efeknya pada profil lipid plasma, estrogen juga memberikan efek kardioprotektif lainnya yaitu efek pada dinding pembuluh darah. Aksi dari steroid umumnya diperantarai oleh reseptor spesifik yang berperan sebagai faktor transkripsi, yaitu mengatur ekspresi gen pada saat teraktivasi oleh adanya ikatan dengan steroid. Reseptor estrogen terdiri dari dua subtipe, yaitu ER-α dan ER-β.
Estrogen dapat beraksi langsung pada lapisan dinding pembuluh darah dengan mempengaruhi fungsi endothelial dan vascular tone (Mendelsohn dan Karas, 1999). Efek estrogen pada reaktivitas arteri koroner dievaluasi menggunakan angiografi kuantitatif berulang pada monyet cynomolgus yang telah mengalami ovariectomy. Perubahan diameter arteri koroner diukur setelah pemberian asetilkolin secara infus intrakoroner yang akan menginduksi vasodilatasi endothelial pada arteri yang normal dan vasokonstriksi pada arteri yang mengalami aterosklerosis. Pada kelompok uji yang mendapat terapi estrogen jangka panjang dan terapi jangka pendek, setelah pemberian asetilkolin akan menunjukkan efek vasodilatasi. Sedangkan pada kelompok uji yang tidak mendapat terapi estrogen menunjukkan efek vasokonstriksi. Efek estrogen pada vascular wall tone dapat terjadi baik setelah pemberian estrogen jangka panjang maupun pemberian jangka pendek. Setelah pemberian estrogen jangka panjang efek penekanan pada vascular tone diberikan melalui regulasi transkripsi genomic tipikal. Sedangkan pada pemberian jangka pendek umumnya melalui mekanisme non-genomic (Williams et al., 1990).
Aterosklesrosis merupakan kondisi inflamasi yang kronis pada dinding pembuluh darah yang dapat berubah menjadi kondisi klinik yang akut akibat adanya induksi plaque rupture yang menyebabkan trombosis. Beberapa marker inflamasi seperti C-reactive protein (CRP), sitokin dan molekul adhesi terlarut lainnya telah dipelajari sebagai suatu penanda untuk memprediksi adanya penyakit kardiovaskular pada wanita. Pada suatu studi didapatkan bahwa kadar CRP pada wanita geriatri yang menggunakan estrogen mempunyai nilai 60% lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak menggunakan estrogen. Studi yang lain menyebutkan bahwa kadar CRP dua kali lebih tinggi pada wanita yang menggunakan estrogen atau kombinasi estrogen dan progesteron. Sintesis CRP di dalam liver utamanya diregulasi oleh interleukin-6 (IL-6) dan kadar IL-6 dalam plasma akan menjadi lebih rendah pada wanita yang menggunakan terapi hormon dibandingkan dengan yang tidak menggunakan.
Terapi estrogen juga mengurangi konsentrasi molekul adhesi, E-selectin, vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), dan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang terdapat dalam plasma. Penurunan molekul adhesi ini secara potensial memberikan efek ateroprotektif dengan mekanisme penurunan jumlah sel darah putih pada dinding pembuluh darah. Efek antiinflamasi dari penggunaan estrogen menghasilkan stabilisasi plak namun tidak menghambat erosi plak.
Sebagian besar wanita postmenopause memilih untuk tidak menggunakan ERT dikarenakan oleh adanya efek dari agonis estrogen (CEE dan 17β-estradiol) yang dapat menimbulkan resiko kanker payudara dan endometrium. Penelitian terbaru menyebutkan adanya senyawa yang dapat menggantikan estrogen dan memiliki efek agonis maupun antagonis pada jaringan yang berbeda. Senyawa tersebut adalah selective estrogen receptor modulators (SERMs) dengan contohnya adalah tamoxifene dan raloxifene.
Tamoxifene digunakan dalam terapi kanker payudara karena mempunyai efek antagonis estrogen pada jaringan payudara dan efek agonis estrogen pada jaringan endometrium, arteri dan jaringan tulang. Efek tamoxifene terhadap aterosklerosis arteri koroner dan reaktivitas pembuluh darah telah diteliti pada monyet cynomolgus. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa efek penghambatan aterosklerosis dari tamoxifene mempunyai nilai yang lebih kecil daripada efek yang diberikan CEE namun masih lebih besar jika dibandingkan dengan placebo. Pada studi in vivo menggunakan infus asetilkolin, tamoxifene beraksi sebagai antiestrogen dan menginduksi terjadinya konstriksi paradoksikal. Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa efek inhibisi aterosklerosis dan efek pada reaktivitas estrogen diperantarai oleh reseptor estrogen yang berbeda. Pada otot halus pembuluh darah, tamoxifene mempunyai efek agonis parsial terhadap ER-α dan tidak pada ER-β.
Raloxifene merupakan SERMs sintetik terbaru yang mempunyai efek agonis estrogen pada jaringan tulang dan konsentrasi kolesterol LDL plasma. Raloxifene juga mempunyai efek antagonis estrogen pada jaringan payudara dan uterus. Pemberian raloxifen dosis rendah maupun tinggi tidak memberikan efek kardioprotektif.
Phytoestrogens merupakan kumpulan senyawa alami dari tanaman terutama jenis polong-polongan. Senyawa ini mempunyai struktur mirip 17β-estradiol dan memiliki sifat agonis maupun antagonis terhadap estrogen sehingga digolongkan sebagai SERMs alami. Phytoestrogens mempunyai afinitas yang berbeda untuk berikatan dengan reseptor estrogen. Konsumsi senyawa ini bermanfaat untuk mengurangi resiko jantung koroner. Asupan protein dari kedelai memberikan efek yang sebanding dengan penurunan plasma trigliserid dan kolesterol LDL , dan peningkatan kolesterol HDL sebesar 10-13%. Studi pada hewan uji yang mendapat asupan phytoestrogen kedelai dan terapi CEE memberikan efek penurunan aterosklerosis sebesar 50% jika dibandingkan dengan kelompok placebo dan kelompk dengan terapi CEE saja. Isolat protein kedelai juga dapat menurunkan tekanan darah pada wanita, dan meningkatkan reaktivitas pembuluh darah dan fungsi endothelial.
Tibolone merupakan suatu steroid sintetik yang memiliki sifat estrogenik, progestogenik dan androgenik. Secara klinis, tibolone digunakan untuk pengobatan gejala haid dan untuk pencegahan osteoporosis pada wanita postmenopause. Tibolone tidak memberikan efek proliferatif pada endometrium. Aksi steroid yang selektif dari tibolone dihasilkan oleh metabolit-metabolitnya. Metabolit yang mempunyai efek estrogenik adalah 3α-OH dan 3β-OH, sedangkan efek androgenik dan progestogenik dihasilkan oleh metabolit ∆4-isomer yang produksi utamanya terjadi di endometrium dan memberikan efek proteksi terhadap aksi metabolit estrogenik. Penggunaan tibolone pada wanita postmenopause memberikan efek penurunan trigliserid plasma dan lipoprotein (a), dan sedikit efek penurunan pada kolesterol LDL. Studi lain menyebutkan bahwa tibolone juga memiliki efek aterogenik karena menurunkan kolesterol HDL sebesar 30%.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ERT sebagai terapi untuk mencegah terjadinya aterosklerosis. Pertama, ERT lebih baik digunakan pada stage awal aterosklerosis karena penggunaan pada stage akhir tidak memberikan respon yang lebih baik. Pada wanita yang tidak mempunyai riwayat penyakit jantung koroner disarankan untuk segera menggunakan ERT pada awal setelah mengalami menopause untuk menjaga sifat kardioprotektif yang diperantarai oleh estrogen. Kedua, penggunaan ERT sebaiknya dengan dosis rendah yaitu 0,625 mg/hari atau 3 mg/hari. Dosis ini memberikan efek penurunan resiko penyakit kardiovaskular dan penyakit kanker karena penggunaan ERT. Ketiga, pasien sebaiknya menggunakan kombinasi ERT dan SERMs untuk mengurangi resiko kanker payudara dan kanker endometrium.
21 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Eh..mbak denk..sorry...
BalasHapusMakasih banyak mas..blognya kasih manfaat banyak banget buat skripsiku..,akhirnya berani ambil judul itu..,cuma selama ini pemeriksaan HDL LDL pada wanita menopause menunjukkan hasil yg normal..,bahkan kesannya HDL tinggi..,kinerja estrogen sempet kuragukan. Setelah ngelihat ternyata banyak penelitian yg menunjukkan pengaruh estrogen..,ambil sample lbh banyak lg ahhh...
BalasHapusmbak/mas,,,
BalasHapusartikel tntang LED yg brhubungan dg wanita menopause g ad to???
soal'e aq lg ksulitan mncari literatur'e...
he,,,,,
mkch....